#NGALORNGIDUL

Patmo ID

PATMO.id—Dulu, waktu kuliah, saya sangat khawatir kalau ban Vespa butut saya bocor. Nyurung-e uabot pol!

Apalagi dari parkiran kampus ke jalan raya buat nyari tambal ban, saya harus melewati kampung.

Parahnya lagi kalau bocornya ketika membonceng gebetan.

Bukan masalah wajah si doi jadi keki. Tapi parfum separuh botol sama sabun cuci muka hasil ngerampok temen kos akhirnya sia-sia: jebule tetep dianggep mbladus.

Pokoknya, pengalaman bocor ban Vespa itu jadi salah satu alasan kenapa akhirnya saya putuskan harus berpisah dengan Vespa butut saya dan menambatkan hati kepada Honda.

Rika—Vespa butut saya—aku harap kamu mengerti.

Nah, sekarang, di era serba sign in dan log in, bukan lagi Vespa bocor yang bikin saya merinding. Melainkan kebocoran data.

Apalagi, ada konsekuensi pembalakan isi rekening , yang kalau sampai terjadi, bakal bikin sedih kepala keluarga bertanggung jawab seperti saya.

Phising sekarang caranya makin nggapleki.

Pelakunya bahkan bisa menyaru seperti petugas call center bank dengan nomor telepon yang cuma tiga angka. Bayangin!

Teman saya pernah jadi korbannya.

Cuma gara-gara lupa nomor call center bank tempat dia menyimpan semua tabungan—payroll gaji dan kartu kreditnya pakai bank yang sama—dia mengira pelaku phising itu memang mbak-mbak call center.

Singkat cerita, kartu kredit teman saya itu kebobolan.

Dia harus menanggung cicilan kredit batas maksimal tanpa pernah merasakan barang belanjaan atau makan di restoran mewah sama gebetan.

Sengeri itu risikonya kalau sampai data pribadi kita bocor.

Makanya setiap kali saya dapat telepon dari pelaku phising amatiran, yang logat dan cara ngomongnya tidak meyakinkan, langsung saya matikan.

Sebelumnya, kalau ketemu begituan, malah saya kerjain.

Kadang, pas pelaku phising itu sudah masukin nomor saya buat daftar pinjaman online terus menelepon saya minta sebutin kode OTP—pokoknya apa-apa-“password” gitu—saya salah-salahin.

Pernah juga ada yang ngaku mau ngasih hadiah dari Gojek, saya ajak ngobrol lama sampai 20 menitan supaya habis pulsanya.

Jancuknya, dia malah bentak-bentak marah setelah sadar kalau dikerjain. Yo tak pisuhi sampe elek!

Pokoknya, setelah saya dengar cerita teman saya yang jadi korban phising menyaru mbak-mbak call center dengan sangat meyakinkan, saya lebih hati-hati.

Sampai satu waktu, saya yang hampir jadi korban, begitu tercengang.

Seorang laki-laki yang mengaku petugas salah satu marketplace nomor wahid, menelepon saya pakai nomor WhatsApp luar negeri.

Saya langsung tahu dia pelaku phising nggateli yang enggak nyerah-nyerah meski caranya basi.

Yang bikin saya tercengang, saat pura-pura konfirmasi tentang hadiah bla, bla, bla, dia sebutkan nama saya dan nomor handphone saya yang terdaftar di aplikasi marketplace itu.

Asu! Tahu dari mana?

Segera setelah saya tutup telepon itu, saya hubungi call center dan mengeluhkan kejadian itu.

Mas-mas call center-nya saya desak, bagaimana bisa orang tahu nama dan nomor telepon saya yang terdaftar di aplikasi?

Apa jawaban masnya?

“Sekarang ini zamannya memang sudah begini, Bapak. Kami berharap Bapak lebih hati-hati.”

Juancuk. Matane picek!

Enggak taek-taekan, seketika itu saya minta akun saya dinonaktifkan lalu meng-uninstall aplikasi.

Segampang itu marketplace menjawab pertanyaan saya yang maha penting. Zamannya sudah begini matamu iku!

Tapi belakangan saya sadar, kebocoran data pribadi saya mungkin bukan sepenuhnya karena aplikasi marketplace itu.

Bisa jadi mas-mas itu benar.

Bisa jadi saya ceroboh karena secara tidak sadar memuat nama dan nomor telepon saya sebagai CP apa gitu, misalnya, dan bisa diakses publik di medsos.

Atau saya pernah lupa memasukkan data itu ke situs lain yang tidak terjamin keamanannya.

Tapi pelaku phising itu tahu detail nomor dan nama saya yang terdaftar di aplikasi.

Itu yang bikin saya yakin, marketplace itu turut andil dalam ketidakamanan data pribadi saya.

Negara ini belum selesai dengan urusan data pribadi di marketplace.

Sekarang, di tengah pengalaman menghindari phising yang bikin deg-degan, aplikasi yang bakal jadi syarat wajib aktivitas di ruang publik selama PPKM, ternyata bocor, cuk.

Data pribadi presiden sampe bocor nang medsos, lhur! Ngeri!

Saya agak bersyukur sudah meng-uninstall aplikasi peduli lindungi sejak lama. Wis pokoke enggak nge-mall enggak patheken.

Meskipun, setelah saya pikir-pikir, meng-uninstall aplikasi peduli lindungi sekarang ini mungkin tidak akan bisa menyelamatkan data saya, juga data Anda, yang barangkali sudah telanjur bocor.

Duh, wis, mbuh kah!

Saya pikir-pikir lagi, masih lebih enak ban Vespa butut saya yang bocor. Apalagi saat membonceng gebetan daripada kebocoran data.

Biar pun gebetan saya jadi keki, kebocoran ban malah bikin saya jadi seperti korban.

Yoi, playing victim, men. Apalagi dengan wajah mbladus kayak gitu.

Semoga dugaan kebocoran data peduli lindungi ini tidak menjadi alasan pemerintah main-main seperti saya kepada gebetan saya, yang akhirnya jadi istri orang lain.

Credit Photo: Rider Galau

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *